Rabu, 25 April 2018

CERITA DI ATAS OJOL

ojek online


Kurang lebih satu tahun ini Tasik ramai oleh ojek online (ojol). Atas keberadaannya, banyak yang
girang. Tapi konon katanya banyak juga yang meradang.


Tiap kali saya dibonceng tukang ojol, saya sering kali ngobrol dengannya. Obrolan standar saja.
“Sudah berapa lama ngojol?” Ada yang menjawab hampir setahun, ada yang tiga bulan, ada yang
seminggu. “Ini pekerjaan utama atau sampingan?” “Sampingan, Teh. Saya mah hari-hari di warung.
Kalau lagi ga nganterin barang, saya nyalain aplikasi. Narik deh,” jawab pemilik toko beras di pasar
Cikurubuk. Wow. Punya grosiran beras tapi ngojol, dong.


Ada yang fresh graduate. Lulusan SMK Jurusan Mesin. “Mau lanjut kuliah apa kerja, A?” “
Pengen kuliah sih, Teh, tapi mungkin tahun depan. Sekarang mau kumpul-kumpul (uang) dulu.
Teman sekolah saya juga ada yang kuliah di Umtas.”  “Ga malu kalau ketemu temannya pas
lagi ngojol?” “Nggak, biasa aja saya mah. Penting halal.” Hehe.


Lama-lama, menarik juga nih. Jadi ketagihan saya. Rutinitas tanya jawab menjadi semacam SOP
tiap kali naik ojol.


Seorang bapak paruh baya pernah mengantar saya dari Umtas ke Taman Wisata Karangresik.
Sepanjang jalan kami ngobrol. “Ini (pekerjaan) utama apa sampingan, Pak?” “Utama, Neng.”
“O, muhun. Tinggal dimana gitu, Pak?” “Asli Cipatujah, Neng.” “Sengaja ke Tasik untuk ngojol?”
“Muhun. Seminggu sekali we Neng pulang ke Cipatujah.” Wow. Wow. “Kahartos atuh, Pak?”
“Alhamdulillah, Neng. Sering dapat poin.” Mantap. Berarti sering dapat bonus.


Seorang mahasiswi sekolah tinggi pernah menjadi driver ojol perempuan pertama saya. Rute
Simpang Lima-Umtas. Semester 2 dia. “Gimana bagi waktunya?” “Kalau ada jadwal kuliah saya
off aplikasi. Kalau udah istirahat sambil nunggu jam berikutnya saya nyalain aplikasi. Lumayan,
Teh. Buat nambah uang jajan.” Tangguh nih cewek.


Driver ojol perempuan kedua yang saya naiki lebih keren lagi. Dia punya dua orang anak,
kelas 4 dan 2 SD. Setelah anaknya diantar ke sekolah, dia mulai aktif narik. “Suka sampai jam
berapa, Teh?” “Saya komitmen sebelum maghrib harus di rumah, Teh. Kasian anak-anak.
Mereka juga butuh fisik saya, bukan cuma uang saya.” Wow, lagi.


Pernah waktu itu naik mobil on line, karena hujan deras. Dari Raja Sale ke Pool Primajasa.
Drivernya meminta saya duduk di depan. “Lagi rawan, Teh. Di depan aja ya, supaya seperti
keluarga.” Oke. Lalu dia cerita tentang kejadian  beberapa hari lalu. “Saya baru narik hari ini.
Karena masih trauma. Jam 12 malam saya jemput penumpang di depan RS Permata Bunda.
Tiba-tiba kami dikeroyok.” “Oleh siapa, A?” “Sepertinya supir angkot. Yang minggu lalu demo itu.
Parahnya, laptop penumpang saya diambil dan dirusak! Untung segera ada aparat.” “Tapi ga
ada yang luka, kan?” Nggak sih, Teh, tapi mobil saya rusak. Sekarang masih di bengkel.”
“Trus, penumpangnya gimana?” “Nah, ternyata penumpang saya itu adalah anak salah satu
petinggi polisi di Bandung. Yang semalam merusak laptop itu langsung diproses, Teh. Tau rasa,
dia.” Hmm…


Saya belum pernah dibonceng abang ojol yang mengenakan atribut ojol. Entah helm ataupun
jaket. Selalu saja baju biasa. “Kenapa ga pake seragam, Pak?” “Nggak, Neng. Saya masih
pengen selamat.” Fyuh.


Terkait demo ojek offline ini, seorang driver menceritakan uneg-unegnya ke saya. “Sebenarnya
hanya butuh ketegasan dari pemerintah sih Teh. Karena, bagaimanapun, hanya kebijakan yang
diketok palu yang akan menyelesaikan masalah ini. Kalau peraturannya jelas, ga akan ada demo-
demoan gini.” “Maksudnya gimana tuh, Pak?” “Kan yang mengizinkan ojol hadir dan beroperasi
di sini teh pemerintah. Kami ga takut, karena legalitas kami ada. Diakui. Dilindungi. Trus, menurut
survey yang dilakukan dari seluruh kalangan, mulai anak SD sampai dengan orang dewasa
menyatakan terbantu dengan adanya ojol.” Menurutnya, hasil survey itulah yang seharusnya
menjadi data utama pemerintah dalam pengambilan kebijakan. “Para pendemo juga harusnya
ngeuh, dong, bahwa ini zaman now, semuanya berubah. Mereka yang demo tuh mereka yang
tak bisa menerima perubahan.” Noted. [nu]




Tidak ada komentar:

Posting Komentar