Jumat, 14 Desember 2018

Andalas memang Andalan




Lagi. Sendiri dalam keramaian. Menikmati gesitnya mini bus yang sering disebut elf ini.
Elf Bandung-Ciamis yang warnanya hijau metalik ini melaju kencang. Lincah.


Dalam mengemudi, Mang Supir memiliki dua fokus: kecepatan dan ketepatan.
Relasi antara Mang Supir dan Mang Kenek terletak pada dua kunci: kerja sama dan percaya diri.


Empat poin itu menentukan keselamatan seluruh penumpang, yang tak pernah sepi itu.


Saya memutuskan untuk naik elf Andalas dengan alasan kecepatan.
Kencangnya Mang Supir dalam mengemudikan elf ini sudah tidak diragukan lagi.
Namun diperlukan strategi untuk jitu untuk dapat melajukan elf dengan kecepatan tinggi.
Diperlukan ketepatan perhitungan dalam menyalip atau mendahului kendaraan lain.
Salah perhitungan sedikit saja, nyawa taruhannya.


Strategi jitu ini didapat dengan adanya kerja sama antara Mang Supir dan Mang Kenek.
Kerjasama dilakukan demi pengambilan keputusan yang tepat.
Kapan harus berhenti. Kapan harus tarik gas lagi.
Mang Supir juga harus bisa memprediksi. Kapan ia harus mendahului.
Dalam pengambilan keputusan tersebut tentu saja diperlukan kepercayaan diri.
Saat mau mendahului dan ragu-ragu, bisa-bisa nyawa menjadi taruhannya.


Satu hal yang menarik. Elf ini tak pernah sepi. Selalu penuh.
Penumpangnya dari berbagai kalangan. Pedagang. Guru. Mahasiswa.
Ibu-ibu dengan balitanya. Bapak-bapak yang mau pulang kampung setelah merantau ke kota.


Barang bawaan ditaruh di atap. Bagasi ada di atap.
Mulai dari sayuran, beras, barang-barang hasil kulakan dari kota yang akan dijual di daerah
masing-masing. Elf yang saya naiki ini menaikkan dua ikat besar sapu ijuk di pertigaan Pamoyanan.
Mungkin sekitar 50 biji per ikatnya.


Tarif? Murmer. Malangbong-Tasik hanya 10 ribu rupiah.
Tetapi, terkadang tarif ini tergantung mood Mang Kenek.
Ke Bandung dari Ciamis ada yang bilang pernah ditarik 35 ribu, ada yang 30 ribu.
Tidak ada tarif pasti. Oleh karena itu, lebih baik menggunakan uang pas untuk membayarnya.
Jika uang gede, biasanya kembaliannya suka bikin nyesek.


Jok depan ajaib. Bisa muat 4 orang. Seorang supir dan tiga penumpang.
Jok belakang bisa muat 18 orang. Yang berdiri 4 orang. Jadi total 26 orang.
Didedetkeun. Tapi anehnya  selalu saja penuh penumpang.
Sepertinya loyalitas penumpang sangat tinggi.
Mau saja didedetkeun.


Hebatnya, Mang Kenek sepanjang jalan Bandung-Ciamis berdiri terus.
Biasanya dia dengan setelan lengkap.
Celana panjang. Sepatu kets. Jaket. Dan penutup kepala.
Entah itu topi atau kupluk atau bandana.


Hebat juga penumpangnya.
Diajak bergoyang dalam mobil, meliuk-liuk di tikungan dan tanjakan,
menyalip kendaraan lain dengan jarak selamat hanya sekian senti dalam sepersekian detik,
tapi penumpang tetap saja dapat tidur. Ada yang pulas malah.


Penumpang telah yakin.
Mang Supir yang dianggap super pro,
dipercaya akan mengantarkan mereka ke tempat tujuan dengan selamat,
bagaimanapun gaya nyupirnya.
Andalas memang andalan. [nu]

Rabu, 01 Agustus 2018

ISLAM DI TIONGKOK TERANCAM PUNAH


Ini tentang Ma Changqing, seorang Imam Besar dari Tiongkok meninggal pada 16 Juli 2018 lalu.
Tepatnya imam Masjid Dongguan, di kota Xining, ibu kota propinsi Qinhai. Usianya 83 tahun.
Ribuan orang mengantarkan jenazahnya ke peristirahatan terakhir.

Yang menarik tersebut adalah tentang kuburan. Selain muslim, seluruh jenazah di Tiongkok
harus dibakar. Abunya lalu disimpan di rumah abu, untuk diziarahi setiap Jingbing. Kalau mau.
Tapi khusus orang Islam, jenazah boleh dimakamkan.


Yang lebih menggelitik adalah upaya pemerintah dalam membumihanguskan Islam di Tiongkok.
Kedua, nama masjid di sana semuanya  menggunakan nama jalan. Seperti masjid Dongguan tempat
Bisa jadi, Ma Changqing dan takmir masjid lain di Tiongkok menjadi pengurus partai komunis hanya
Beruntunglah kita, yang hidup di Indonesia. Merdeka sebenar-benarnya. Sebagai muslim, mau


Pertama, arsitektur masjid dilarang menggunakan kubah, yang mereka sebut bentuknya mirip bawang

itu. Pemerintah menekankan agar pembangunan masjid mengangkat budaya lokal.
Sekarang banyak masjid di sana yang bentuknya mirip dengan masjid Klenteng di Surabaya.
Tanpa kubah.

Ma Changqing menjadi Imam Masjid adalah karena masjidnya terletak di jalan Dongguan.

Jauh beda dengan Indonesia yang selalu menamai masjid dengan Bahasa Arab.

Ketiga, selain menjadi Imam Masjid, Ma Changqing adalah juga anggota DPR mewakili kelompok
minoritas. Ia juga wakil ketua DPRD Propinsi Qinhai. Selain itu, ia juga seorang pengurus partai
komunis. Para takmir masjid di Tiongkok umumnya adalah juga pengurus partai komunis. Bayangkan
jika Tiongkok adalah Indonesia. Imam Masjid tapi komunis? How come?

demi menjaga agar Islam tetap dapat bertahan hidup di Tiongkok. Bisa jadi, jika mereka tidak mau

menjadi pengurus partai komunis, maka mereka sebagai kaum minoritas akan dimusnahkan. Tidak
mendapatkan tempat. Dianggap hanya mengganggu pemerintah.

Bisa jadi, Ma Changqing menjadi pengurus partai komunis adalah sebagai tindakan penyelamatan,
demi menyambung hidup. Ibaratnya, ia sedang di gurun, tidak ada makanan, hanya ada bangkai.
Bangkai yang hukumnya haram itu dalam kondisi darurat bisa menjadi halal: untuk menyelamatkan
diri, demi menyambung hidup.

Keempat, anak laki-laki dilarang belajar agama di masjid. Pemerintah mengontrol secara berkala ke
masjid-masjid ketika libur musim panas dan musim dingin. Biasanya anak-anak mengisi liburannya
dengan belajar Al-Qur’an di masjid. Pemerintah meyakinkan kepada orang tua, bahwa anaknya harus
fokus pada partai dan ideologi komunis. Jangan belajar agama. Khawatir nanti menjadi ekstrimis.

Bahkan, di sekolah, guru mendoktrin murid-muridnya untuk fokus mengejar karir. Mencari uang.
Berorientasi duniawi. Jangan belajar Islam. Jangan menjadi imam masjid.

Para imam masjid ketakutan. Peraturan pemerintah ini mengancam eksistensi Islam di negerinya.
Jika hal ini terus berlangsung, maka satu atau dua generasi ke depan, Islam dan tradisinya akan punah
dari Tiongkok.

membangun masjid dengan arsitektur plek sama persis seperti yang di Arab, tidak ada  yang melarang.

Jika meninggal mau dikuburkan di kuburan mana saja, tinggal pilih. Mau belajar agama di masjid
kapan saja, monggo.


Sayang sekali jika nikmat kebebasan berekspresi yang diberikan Allah ini disia-siakan.
Sayang sekali jika muslim Indonesia ga hebat. [nu]

Senin, 16 Juli 2018

DRAMA HARI PERTAMA SEKOLAH



Sang Ibu sudah riweuh sejak jauh-jauh hari. Mulai dari beli seragam baru, sepatu baru, tas baru beserta seluruh isinya. Lengkap. Tak ada yang terlewat. Bahkan, iaberkali-kali mengecek daftar barang-barang keperluan sekolah. Takut ada yang belum terceklis.

Selain barang, sang ibu juga menyiapkan mental anak. Bahwa besok masuk sekolah. Harus bangun pagi-pagi, lalu mandi, dan berangkat sekolah. Bahwa di sekolah ia belajar dengan Bu Guru, dengan teman-teman baru. Hati ibu senang karena anaknya mengangguk mantap, sembari tersenyum riang.

Di malam hari, sang ibu gelisah. Membayangkan hari pertama anaknya di sekolah. Hatinya harap-harap cemas. Takut anaknya rewel. Khawatir anaknya berulah.

Di depan TV, ia lihat suaminya sedang khusyu menonton Final Piala Dunia, Perancis melawan Kroasia. Terbersit rasa kesal di hati. Tatkala ia gelisah tentang hari esok anaknya, Sang Ayah malah asik nonton bola.

Akhirnya, ia tutup malam itu sambil menenangkan diri, melangitkàn doa dalam hati, agar dimuluskan esok pagi.

Kemudian, hari H pun tiba. Sang ibu bangun terburu-buru. Kantuk masih tersisa di matanya. Pertanda semalam tak nyenyak tidurnya.

Langkah pertamanya adalah ke dapur. Menyiapkan bekal terbaik perdana untuk anaknya. Ia membuka kulkas dan mulai lincah mengolah bahan-bahan yang sudah well prepared sejak kemarin.

Tangannya lihai menari-nari di dapur. Tetapi hatinya lagi-lagi masih terbayang akan hari pertama anaknya di sekolah. Sambil mengiris bawang putih, bawang merah, dan menyiapkan bumbu lainnya, tak henti doa terpanjat untuk kelancaran hari pertama anaknya.

Selesai urusan dapur ia berlalu ke lemari baju. Memilih: baju dan kerudung mana yang akan digunakan sebagai hari pertamanya menjadi macan ternak, mama cantik anter anak.

Baju anaknya tak perlu disiapkan lagi. Sudah sedia sejak H-1. Bahkan masih tercium bau baju baru. Masih klimis lipatannya.

Setelah ia mandi dan memakai baju tercucok menurutnya, maka ia bangunkan anaknya. Waktu menunjukkan pukul 05.30. Jarak ke sekolah adalah 5 menit dari rumah menggunakan motor. Targetnya, 06.45 ia sudah harus sampai di sekolah. Agar tak terlambat di hari pertama.

Mandi dan pakai baju 15 menit. Sarapan 15 menit. Sebenarnya hanya perlu 30 menit untuk persiapan. Tetapi, anaknya memang rada susah bangun pagi. Ia alokasikan waktu 45 menit untuk antisipasi keterlambatan bangun anaknya dan hal-hal tak terduga lainnya.

Benar sekali dugaannya. Anaknya susah bangun. Ia baru bangun pukul 06.15. 45 menit alokasi keterlambatan bangun itu memang tepat. Sesuai prediksi.

Cepat-cepat ia menyuruh anaknya untuk ke kamar mandi. Dimandikannya anaknya dengan kilat. Setah berpakaian, ia menyuapi anaknya. Hatinya tetap saja was-was: takut terlambat dan takut anaknya rewel.

Sepatu sudah dipakai. Tas ransel sudah di punggung. Topi sudah di kepala. Cus, siap berangkat.

Sebelumnya, Sang ibu meminta anaknya bersalaman dengan sang ayah, yang sedari tadi serius memegang HP, mengecek komentar dan analisa netizen tentang kemenangan Perancis 2-1 melawan Kroasia dalam Pesta Bola semalam. Perancis menang membuatnya gembira. Sehingga terlupa akan persiapan hari pertama anaknya.
Di jalan, tak bosan sang ibu menjelaskan gambaran skenario setibanya nanti di sekolah. Terselip selalu pesan: harus baik dengan teman, sopan ke guru, perhatikan pelajaran, jangan jajan sembarangan, dan masih banyak lagi pesan lain yang ia dapatkan dari hasil obrolan sesama ibu-ibu komplek.

Tiba di sekolah, sang ibu seera memarkirkan motornya. Lalu menggandeng tangan anaknya, membawanya ke depan ruang kelas satu. Tampak sekali ruangn itu paling ramai, karena hampir semua anak kelas satu diantat oleh orang tuanya.

Ia cek daftar hadir. Ia cari nama anaknya
 Ada di urutan nomor 15. Ia antar anaknya masuk ke kelas dan mencari nomor 15. Karena pada hari pertama, kursi disesuaikan dengan nomor pada presensi.

Ia suruh anaknya menaruh tasnya di meja. Ia beritahu anaknya untuk duduk dengan tenang di kursi. Semua berjalan lancar.

Kemudian bel berbunyi. Ibu guru masuk. Lalu meminta orang tau yang masih di dalam kelas untum segera keluar dari ruangan.

Ia tepuk-tepuk bahu anaknya sambil membisikkan lagi pesan-pesan yang telah dihafalnya di luar kepala.

Tak disangka, tiba-tiba anaknya menangis sejadi-jadinya. Semua orang menoleh ke arahnya. Muka sang ibu memerah karena malu, sekaligus kesal. Ia tak tahu harus bagaimana. Tak mungkin marah kepada anaknya di depan umum. Tetapi anaknya tak mau diam juga.

Akhirnya, ia rela duduk di samping anaknya selama jam pertama berlangsung. Untungnya Bu Guru mengizinkan.

Malunya ia simpan dulu. Demi anak. Agar mau belajar. Agar menjadi anak pintar. Agar nanti jadi orang besar. [nu] inspired by Rara I.O.

Pict: http://www.depokpos.com/arsip/2017/05/sosok-ibu-sebagai-panutan-keluarga/


Selasa, 15 Mei 2018

WORKING-MOM LIFE (1)

Working-mom

Tidak mudah menjalani peran sebagai seorang ibu plus wanita karir.
Bagiku, ini sebuah tantangan yang menantang. Berat? Yes! Tapi harus yakin, bahwa Allah
ga akan ngasih ujian di luar batas kemampuan hambaNya (QS 2: 286)

Harus yakin: pasti bisa menjalaninya. Asalkan kita ikhtiar sebaik mungkin, terus belajar,
dan disertai doa yang kenceng.

Kunci keberhasilan menjalani peran tersebut adalah adalah fokus dan manajemen diri.
Mulai dari manajemen waktu, manajemen peran, dan manajemen hati.
Fokus bagiku adalah hadir secara menyeluruh. Hadir jiwa dan raga. Jangan sampai:
fisik di rumah, pikiran di kantor. Dan sebaliknya: fisik di kantor, pikiran di rumah.

Saat di rumah, aku adalah seorang istri. Harus melayani suami. Harus ‘enak’ dipandang
suami. Harus bisa menjadi teman diskusi suami. Dan yang terpenting menjadi penyejuk hati.
Kami butuh we time. Kami perlu nge-date. Karena cinta harus terus tumbuh, seiring tumbuhnya
uban di kepala. pernikahan. Cinta harus semakin lebat seiring usia pernikahan yang
makin matang.

Saat di rumah, aku adalah seorang ibu. Madrasah pertama bagi anak-anakku. Aku harus
arrange kurikulum belajar mereka, evaluasi pencapaian mereka, detik demi detik. Sambil
terus mengeksplore agar mereka bertumbuh sesuai fitrahnya.

Di kantor, aku harus fokus pada kerjaan. Kenapa? Sayang sekali kalau jam kerjaku aku
sia2kan hanya untuk ngobrol GJ dengan kolega atau internetan tanpa tujuan yang jelas.
Aku sudah "mengorbankan" anak2, menitipkan mereka kpd pengasuh, lalu aku hanya main2?
It doesnt make sense for me.

Harus fokus. Harus serius dengan peran yg sedang dijalani. Jangan main-main. Jangan sia-sia.
Karena ga fokus berarti dzolim kepada anak-anak. Dzolim kepada suami. Astaghfirulloh.

Dan semua itu kuncinya ada di hati. Jika manajemen hati kita baik, maka insya Allah peran
apapun yg sedang kita jalani akan baik. Karena hati yang baik senantiasa nyantol ke Allah.
Kita akan aware bahwa whatever we do bukan karena kemampuan kita. Tapi Allah yang
memampukan. Allah yang memberi daya. Sehingga kita bisa jalankan peran2 itu. Se-hectic
apapun. Se riweuh apapun. Jika hati senantiasa bergantung kepadaNya, insya Allah kita akan
enjoy menjalankan peran2 tersebut. Key word-nya adalah: enjoy. Sedang berperan sebagai
apapun kita, enjoy-in aja.

Selamat menjalankan peran. Karena peran apapun yang kita jalani, sesungguhnya itu adalah
anugerah dan amanah dari Allah yang harus kita jalankan sebaik-baiknya.
Be positive n stay cool. [nu]

Rabu, 25 April 2018

CERITA DI ATAS OJOL

ojek online


Kurang lebih satu tahun ini Tasik ramai oleh ojek online (ojol). Atas keberadaannya, banyak yang
girang. Tapi konon katanya banyak juga yang meradang.


Tiap kali saya dibonceng tukang ojol, saya sering kali ngobrol dengannya. Obrolan standar saja.
“Sudah berapa lama ngojol?” Ada yang menjawab hampir setahun, ada yang tiga bulan, ada yang
seminggu. “Ini pekerjaan utama atau sampingan?” “Sampingan, Teh. Saya mah hari-hari di warung.
Kalau lagi ga nganterin barang, saya nyalain aplikasi. Narik deh,” jawab pemilik toko beras di pasar
Cikurubuk. Wow. Punya grosiran beras tapi ngojol, dong.


Ada yang fresh graduate. Lulusan SMK Jurusan Mesin. “Mau lanjut kuliah apa kerja, A?” “
Pengen kuliah sih, Teh, tapi mungkin tahun depan. Sekarang mau kumpul-kumpul (uang) dulu.
Teman sekolah saya juga ada yang kuliah di Umtas.”  “Ga malu kalau ketemu temannya pas
lagi ngojol?” “Nggak, biasa aja saya mah. Penting halal.” Hehe.


Lama-lama, menarik juga nih. Jadi ketagihan saya. Rutinitas tanya jawab menjadi semacam SOP
tiap kali naik ojol.


Seorang bapak paruh baya pernah mengantar saya dari Umtas ke Taman Wisata Karangresik.
Sepanjang jalan kami ngobrol. “Ini (pekerjaan) utama apa sampingan, Pak?” “Utama, Neng.”
“O, muhun. Tinggal dimana gitu, Pak?” “Asli Cipatujah, Neng.” “Sengaja ke Tasik untuk ngojol?”
“Muhun. Seminggu sekali we Neng pulang ke Cipatujah.” Wow. Wow. “Kahartos atuh, Pak?”
“Alhamdulillah, Neng. Sering dapat poin.” Mantap. Berarti sering dapat bonus.


Seorang mahasiswi sekolah tinggi pernah menjadi driver ojol perempuan pertama saya. Rute
Simpang Lima-Umtas. Semester 2 dia. “Gimana bagi waktunya?” “Kalau ada jadwal kuliah saya
off aplikasi. Kalau udah istirahat sambil nunggu jam berikutnya saya nyalain aplikasi. Lumayan,
Teh. Buat nambah uang jajan.” Tangguh nih cewek.


Driver ojol perempuan kedua yang saya naiki lebih keren lagi. Dia punya dua orang anak,
kelas 4 dan 2 SD. Setelah anaknya diantar ke sekolah, dia mulai aktif narik. “Suka sampai jam
berapa, Teh?” “Saya komitmen sebelum maghrib harus di rumah, Teh. Kasian anak-anak.
Mereka juga butuh fisik saya, bukan cuma uang saya.” Wow, lagi.


Pernah waktu itu naik mobil on line, karena hujan deras. Dari Raja Sale ke Pool Primajasa.
Drivernya meminta saya duduk di depan. “Lagi rawan, Teh. Di depan aja ya, supaya seperti
keluarga.” Oke. Lalu dia cerita tentang kejadian  beberapa hari lalu. “Saya baru narik hari ini.
Karena masih trauma. Jam 12 malam saya jemput penumpang di depan RS Permata Bunda.
Tiba-tiba kami dikeroyok.” “Oleh siapa, A?” “Sepertinya supir angkot. Yang minggu lalu demo itu.
Parahnya, laptop penumpang saya diambil dan dirusak! Untung segera ada aparat.” “Tapi ga
ada yang luka, kan?” Nggak sih, Teh, tapi mobil saya rusak. Sekarang masih di bengkel.”
“Trus, penumpangnya gimana?” “Nah, ternyata penumpang saya itu adalah anak salah satu
petinggi polisi di Bandung. Yang semalam merusak laptop itu langsung diproses, Teh. Tau rasa,
dia.” Hmm…


Saya belum pernah dibonceng abang ojol yang mengenakan atribut ojol. Entah helm ataupun
jaket. Selalu saja baju biasa. “Kenapa ga pake seragam, Pak?” “Nggak, Neng. Saya masih
pengen selamat.” Fyuh.


Terkait demo ojek offline ini, seorang driver menceritakan uneg-unegnya ke saya. “Sebenarnya
hanya butuh ketegasan dari pemerintah sih Teh. Karena, bagaimanapun, hanya kebijakan yang
diketok palu yang akan menyelesaikan masalah ini. Kalau peraturannya jelas, ga akan ada demo-
demoan gini.” “Maksudnya gimana tuh, Pak?” “Kan yang mengizinkan ojol hadir dan beroperasi
di sini teh pemerintah. Kami ga takut, karena legalitas kami ada. Diakui. Dilindungi. Trus, menurut
survey yang dilakukan dari seluruh kalangan, mulai anak SD sampai dengan orang dewasa
menyatakan terbantu dengan adanya ojol.” Menurutnya, hasil survey itulah yang seharusnya
menjadi data utama pemerintah dalam pengambilan kebijakan. “Para pendemo juga harusnya
ngeuh, dong, bahwa ini zaman now, semuanya berubah. Mereka yang demo tuh mereka yang
tak bisa menerima perubahan.” Noted. [nu]




Minggu, 07 Januari 2018

Makna sehat wal 'afiyat


Assalamu’alaykum warahmatullah wabarakatuh…

Kaifa halukum?
Semoga selalu sehat wal ‘afiyat yaa... Btw, seringkali kita mendengar kata “sehat wal ‘afiyat”. Apakah kalian sudah tau artinya?
Sehat wal ‘afiyat di dalam KBBI sudah menjadi sebuah frasa, yang artinya sehat saja. Padahal, dalam islam, makna afiyat itu sangat luas loh.

Kata afiat sesungguhnya termasuk serapan dari Bahasa Arab ( الْعَافِيَةُ, al-‘âfiyah). Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam mempergunakan kata itu dalam rangkaian doanya. Maka, pemahaman terhadap kata tersebut akan tepat bila mengacu dalam buku-buku literatur Islam.
Pengertian afiyat dalam Islam cakupannya luas dan berdimensi dunia dan akhirat. Luasnya makna ‘âfiat tampak secara tekstual pada doa yang diajarkan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wasallam berikut ini:
اللهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ,
 اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِيْ دِيْنِيْ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ

 “Ya Allah, sesungguhnya aku betul-betul memohon kepadaMu maaf, dan ‘afiyat di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku betul-betul memohon kepadaMu maaf dan ‘afiyat pada agamaku, keluargaku dan hartaku…” (HR. Abu Daud 5074, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud)

Secara global, afiyat adalah perlindungan Allâh bagi hambaNya dari berbagai macam penyakit dan bencana. Makna afiyat di dunia dan akhirat yaitu memperoleh keselamatan dari hal-hal yang buruk, yang otomatis mencakup seluruh keburukan yang telah berlalu maupun yang akan datang.

Afiyat mencakup keselamatan dari berbagai fitnah, penyakit, musibah dan hal-hal buruk lainnya yang terjadi di dunia ini. Sementara afiyat di akhirat, mencakup keselamatan dari siksa setelah kematian, seperti siksa kubur, siksa neraka dan kengerian yang terjadi antara keduanya, hisab dan kesulitan-kesulitan lainnya.
Permohonan Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam akan afiyat dalam agama bermakna memohon perlindunganNya dari segala perkara yang merusak din atau memperburuknya. Sementara permohonan afiyat untuk keluarga, agar keluarga mendapat perlindungan Allâh dari beragam fitnah, bencana dan musibah. Adapun permohonan afiyat pada harta dimaksudnya supaya memperoleh penjagaan Allâh Ta’âla dari kejadian-kejadian yang melenyapkannya seperti hanyut dalam banjir, mengalami kebakaran, pencurian, dan peristiwa buruk lainnya. Dengan demikian doa ini mencakup permohonan perlindungan Allâh Ta’âla dari segala kejadian-kejadian yang berisi gangguan bagi manusia yang muncul tanpa dapat diprediksi dan mara bahaya yang menyengsarakan.
Maka tak heran, orang yang mendapatkan karunia afiyat, ia telah memperoleh karunia yang sangat besar. Barang siapa dianugerahi afiyat di dunia dan akhirat, maka ia telah memperoleh porsi kebaikan yang sempurna.

Nah, sekarang sudah pada tau kan apa arti afiyat? Oleh karena itu, jangan segan menjawab pertanyaan seputar kabar dengan jawaban “Alhamdulillah, saya sehat wal ‘afiyat,” dan doakan juga orangtua, saudara, teman dan sesama muslim dengan “Semoga selalu sehat wal ‘afiyat,” begitu yaa… J